berikut adalah Contoh MAKALAH JUDUL: HUBUNGAN IBADAH DAN KESALEHAN SOSIAL
============================================================
Pendahuluan
Manusia diciptakan bukan sekedar hidup mendiami dunia ini dan kemudian
mengalami kematian tanpa adanya pertanggung-jawaban kepada penciptanya,
melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi kepadaNYA.
Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an surah al Bayyinah ayat 5 :
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.
Dapat kita pahami dari ayat ini bahwa manusia diciptakan bukan sekedar sebagai
unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas dan
tanggung-jawab. Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna, pada
hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi kepada penciptanya, Allah SWT.
Pada prinsipnya pengabdian manusia (ibadah) merupakan sari dari ajaran Islam
yang mempunyai arti penyerahan diri secara total pada kehendak Allah SWT.
Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk
ibadah. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap dan perilaku
manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada
Allah SWT dan tentunya bila keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk amal
keseharian akan menjadikan maslahah dalam kehidupan sosial.
PEMBAHASAN
I. IBADAH
A. Definisi ibadah.
Kata ibadah berasal dari bahasa arab
sudah menjadi bahasa Indonesia yang terpakai dan dipahami secara baik oleh
orang-orang yang menggunakan bahasa melayu termasuk Indonesia. Ibadah dalam
istilah bahasa Arab diartikan dengan berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh,
mengesakan dan merendahkan diri. Dalam istilah melayu diartikan: perbuatan
untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan untuk mengerjakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Juga diartikan: segala usaha lahir dan
batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan
keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun
terhadap alam semesta. Syaikh Mahmud Syaltut dalam tafsirnya mengemukakan
formulasi singkat tentang arti ibadah, yaitu “ketundukan yang tidak terbatas
bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula”
B. Pembagian Ibadah.
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu
ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah mahdhah (murni), adalah
suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas
tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya
sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
Yang termasuk Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat, puasa, Zakat, dan haji.
Selain ibadah mahdhah, maka ada
bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah Ghair al-Mahdhah
atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan
yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik
tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh
sebagai garis amal. Ada pula yang memberikan definisi ibadah ammah
dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat
yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan, dan bekerja mencari nafkah.
C. Ruang lingkup ibadah.
Islam amat istimewa hingga
menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan
penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhaan-Nya serta dikerjakan menurut
cara-cara yang disyariatkan olehNya. Islam tidak membatasi ruang lingkup ibadah
kepada sudut-sudut tertentu saja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal
dan persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di
hari pembalasan nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh
kegiatan manusia sebagai ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas karena
Allah demi untuk mencapai keridaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang
disyariatkan oleh Nya. Islam tidak menganggap ibadah ibadah tertentu saja
sebagai amal saleh akan tetapi meliputi segala kegiatan yang mengandung
kebaikan yang diniatkan karena Allah SWT. Hakikat ini ditegaskan oleh Allah di
dalam Al-Quran:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun,"
Ruang lingkup ibadah di dalam Islam
sangat luas sekali. Mencakup setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang
dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah
ibadah menurut Islam ketika ia memenuhi syarat syarat tertentu.
Syarat syarat tersebut adalah :
1.
Amalan yang
dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, sesuai dengan hukum hukum syara' dan
tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut. Adapun amalan - amalan yang
diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan maksiyat, maka
tidaklah bisa dijadikan amalan ibadah.
2.
Amalan
tersebut dilakukan dengan niat yang baik dengan tujuan untuk memelihara
kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfaat kepada seluruh umat
dan untuk kemakmuran bumi seperti yang telah diperintahkan oleh Allah.
3.
Amalan
tersebut haruslah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
4.
Ketika
membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum - hukum syara' dan
ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan
tidak menindas atau merampas hak orang.
5.
Tidak
melalaikan ibadah - ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalam melaksanakan ibadah - ibadah umum.
D. Tujuan Ibadah.
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang
berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang
dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas
hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak
dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang
oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan
memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar
kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya,
serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukan
sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi
manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat difahami dari firman
Allah swt. :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya
kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami? ”(QS al-Mu’minun:115)"
Karena Allah maha mengetahui tentang
kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi
kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa.
II.
Kesalehan Sosial
A. PENGERTIAN DAN CIRI – CIRI
KESALEHAN SOSIAL
Secara bahasa kita bisa memaknai
kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan dalam hidup bersama,
berkelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, RT, RW, dukuh, desa kota,
Negara sampai yang paling luas dunia.
Allah SWT berfirman, “ jikalau sekiranya
penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi “ (Al Qur’an)
Pesan utama ayat ini, disatu sisi,
dapat dilihat dari sebagai janji Allah yang menyatakan bahwa jiwa sesuatu
masyarakat beriman dan bertaqwa, maka mereka akan memperoleh keberuntungan.
Disisi lain, pesan utama ayat ini juga mengilustrasikan hubungan kausalitas
antara iman – takwa dengan kesejahteraan hidup para pemeluknya.
Pertanyaanya, bagaimana iman- takwa
ini dapat menjadi pemandu serta nilai-nilai yang mendorong manusia untuk
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup seluruh alam ? takwa, dalam ini,
dapat dipahami sebagai keadaan kualitas jiwa seseorang yang membimbing dan
memandu hidupnya dalam mewujudkan kondisi sosial yang makmur dan sejahtera bagi
seluruh alam semesta. Kesejahteraan kolektif ini akan terwujud dengan
sendirinya jika setiap individu telah melaksanakan ketentuan-ketentuan iman –
takwa secara utuh dan benar, yang mana manifestasi iman dan takwa itu harus
diwujudkan dengan perilaku yang baik dalam hubunganya dengan sang pencipta atau
dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan yang kemudian kita kenal
dengan perilaku ibadah. Bahkan, keberkahan yang datang dari langit dan bumi itu
hanya akan lahir dari keimanan dan ketakwaan.
Untuk melihat dimensi-dimensi
ketakwaan seseorang khususnya dalam kaitanya dengan ukuran-ukuran kesalehan
individu dan sosial, lima ciri penting manusia yang shaleh secara sosial.
Pertama, memiliki semangat
spiritualitas yang diwujudkan dalam sistem kepercayaan kepada sesuatu yang
“gaib” serta berketuhanan dan pengertian beragama atau menganut sesuatu
kepercayaan agama. Masyarakat yang memiliki kualitas kesalehan sosial itu
adalah masyarakat beragama, masyarakat yang percaya pada hal-hal yang gaib.
Ciri ini juga sekaligus menjadi ukuran kedewasaan seseorang, baik dalam
kehidupan sosial, politik maupun kehidupan beragama sendiri. Masyarakat yang
memiliki kesalehan sosial yang tinggi akan mengedepankan etika beragama dan
keberagamaan.
Kedua, terikat pada norma, hukum,
dan etika seperti tercermin dalam struktur ajaran sholat. Sholat juga
mengajarkan kepada para pelakunya untuk terbiasa disiplin. Disiplin dalam hidup
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Artinya masyarakat yang
memiliki kesalehan sosial itu adalah mereka yang konsisten menegakan hukum dan
hukum menjadi aturan main.
Ketiga, memiliki kepedulian sosial
yang salah satu perwujudanya ditandai dengan kesanggupan berbagi terhadap
golongan yang lemah. Keadilan sosial itu harus diwujudkan secara bersama oleh
seluruh komponen masyarakat dan bukan hanya oleh penguasa.
Keempat, memliki sikap toleran
sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan terhadap adanya pengikut
kitab-kitab suci selain kitab sucinya sendiri. Ajaran ini juga sekaligus
mengisyaratkan adanya pluralitas kehidupan, baik pada aspek agama dan kepercaan
maupun pada aspek sosial budaya lainya. Dinamika masyarakat juga akan terus
berubah membentuk struktur sosial yang semakin beragam. Di sinilah arti penting
mengembangkan sikap toleran, khususnya dalam menyikapi secara terbuka
perbedaan-perbedaan sebagai suatu keniscayaan.
Kelima, berorientasi kedepan sebagai
salah satu wujud dari keimanan terhadap adanya hari akhir. Masyarakat yang
memiliki dimensi kesalehan sosial itu adalah mereka yang berorientasi kedepan ,
sehingga akan selalu mementingkan kerja keras untuk membangun hari esok yang
lebih gemilang.
III.
KESIMPULAN
Kesalehan sosial dapat kita capai
dengan sendirinya sejalan dengan pelaksanaan ibadah maghdhah dan ibadah ammah
karena dalam ibadah sudah mencakup keseluruhan aspek perilaku manusia. Dalam
ibadah maghdhah kita bisa melihat hikmah yang terkandung dalam ibadah yang
sudah disyariatkan oleh Allah SWT, misalnya dalam pelaksanaan sholat, dengan
sholat kita menjadi terlatih untuk disiplin, apalagi ketika sholat itu dengan
berjamaah, tali silaturahim antara sesama muslim akan semakin kokoh, belum lagi
dalam jamaah itu tidak ada saling membedakan jabatan status dan sebagainya. Pada
zakat juga kita bisa melihat hikmah yang terkandung didalamnya, bagaimana
sikaya “berbagi” memberikan hartanya kepada yang tidak punya dan banyak hikmah
yang lain dalam ibadah maghdhah.
Dalam ibadah ammah lebih
jelas, ketika dipahami bahwa perbuatan atau kegiatan apapun ketika diniati lillah
dan tidak bertentangan dengan syari’ah itu termasuk ibadah, dengan demikian
kesalehan sosial akan tercapai ketika kita senantiasa beribadah, karena dalam
tatanan syariah semuanya maslahah untuk kehidupan manusia baik secara individu
maupun sosial.
IV. PENUTUP.
Demikianlah makalah sederhana ini
kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun menyadari makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih banyak ditemui kesalahan,
itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami
harapkan dari pembaca semua.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir,
Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
Bisri Mustafa, Tin Tisnawati, Rahasia Keajaiban
Shalat dan Dzikir, (Surakarta: Qaula, 2007) Cet. Ke- 1Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
oleh: sodikin muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar