Sejak beberapa tahun yang lalu
tepatnya 8 maret 2001 diIndonesia telah didirikan sebuah komunitas
keagamaan yang diberi nama JIL (Jaringan Islam Liberal) Yang dimotori
oleh Ulil Abshar Abdallah salah satu menantu seorang ulama besar
diIndonesia. Sebagaimana kita ketahui komunitas ini mengangkat salah
satu misi Toleransi beragama yang kebablasan (pluralisme agama), saya
katakan toleransi kebablasan karena komunitas ini berideologi bahwasanya
semua agama itu sama atau semua agama itu benar. Ideologi ini hampir
sama dengan apa yang hendak diangkat oleh Anand Khrisna seorang guru
meditasi disebuah asrama meditasi yang dikenal dengan sebutan Anan
Ashram yang sekaligus seorang penulis yang sempat buron karena terkena
kasus pelecehan seksual pada awal 2010 dan resmi ditahan dilapas
cipinang pada pertengahan Pebruari 2013 yang lalu seperti diberitakan
kompas.com.
Kesimpulannya toleransi beragama bukanlah pluralisme agama yang beranggapan semua agama itu benar atau semua agama itu sama. Agama kita benar menurut keyakinan kita dan biarlah pemeluk agama lain menganggap agama mereka benar menurut mereka, saya ulangi benar menurut mereka tidak menurut kita.
Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat
Sumber http://warkopmbahlalar.com/6640/beda-toleransi-beragama-dengan-pluralisme-agama/
Baca Selengkapnya >>
Didalam salah satu bukunya yang
berjudul MEDITASI yang saya lupa kapan diterbitkannya karena buku
tersebut hilang, didalam buku tersebut digambarkan orang beragama itu
layaknya pedagang gandum dan tuhan adalah pembeli yang sedang menunggu
dipasar, pedagang gandum boleh lewat dimana saja untuk bisa sampai
kepasar karena pembeli nantinya tidak akan bertanya dari mana pedagang
tersebut lewat? melainkan bagaimana kwalitas gandumnya?. Begitu juga
tuhan tidak akan menanyakan apa agamamu tapi bagaimana kwalitas
ibadahmu?.
Ideologi seperti inilah yang saya sebut
dengan Toleransi kebablasan atau pluralisme agama, rasionalnya saat
seseorang mengakui kebenaran agama lain diluar agamanya, itu artinya
secara tidak langsung dia telah meragukan kebenaran agamanya itu
sendiri. Karena Klaim kebenaran atas satu agama terhadap agama lain
adalah bagian yang inhern pada setiap pemeluk agama dan keyakinan. Maka
sudah seharusnya klaim kebenaran terhadap agama kita sendiri menjadi
bagian aqidah yang harus dipegang teguh sebagai orang yang beriman.
Mari kita bahas apa itu toleransi beragama dan apa itu pluralisme agama.
Sebagimana kita ketahui sejak jaman SD
dulu toleransi bermakna saling menghormati (mutual respect) antar
sesama, maka toleransi bergama berarti saling menghormati antar sesama
pemeluk agama. Toleransi beragama ini haruslah jelas batasannya sehingga
tidak menjadi pengaburan aqidah antar sesama pemeluk agama, toleransi
beragama yang dimaksud sifatnya hanya sebatas menjaga kerukunan antar
umat beragama semisal memberi kebebasan kepada pemeluk agama lain untuk
melaksanakan ritual ibadahnya, tidak sampai pada pengakuan akan
kebenaran agama tersebut. Toleransi beragama seperti inilah yang
dirumuskan sendiri oleh Allah dengan sangat gamblang pada Akhir surat Al
Kafirun: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.
Sedangkan makna pluralisme agama yang
kemudian menjadi ideologi kaum liberalis adalah “Suatu paham yang
mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap
agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh
mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain
salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk
dan hidup dan berdampingan di surga”. Pluralisme agama yang bermakna
inilah yang kemudian dilarang oleh MUI sejak tanggal 28 Juli 2005.
Pluralisme terdiri dari dua suku kata
yaitu plural (beragam) dan isme (paham) jadi Pluralisme agama adalah
keberagaman paham keagamaan atau kondisi hidup bersama (koeksistensi)
antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam suatu
komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran
masing-masing agama (Anis Malik Thoha). Secara tata bahasa pluralisme
agama tidak ada masalah, hal ini kemudian menjadi masalah besar manakala
dimaknai dengan pemaknaan seperti yang telah dilarang oleh MUI diatas
yang justru pemaknaan seperti itulah yang kemudian dijadikan sebagai
ideologi kaum liberalis yang sangat bertentangan dengan Alquran, yang
dalam beberapa ayatnya menyebutkan tentang bahwasanya hanya islamlah
agama Allah dan tidak ada agama yang diridloi Allah kecuali Islam,
misalnya seperti yang difirmankan Allah dalam surat Ali Imron ayat 19: “sesungguhnya agama yang diridlai disisi Allah adalah Islam”.
Dalam surat Ali Imron Ayat 85: “Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima
(agama itu) dan dia di akherat termasuk golongan yang merugi” .
Dan dalam surat Al Ma’idah Ayat 3: “pada
hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Pluralisme agama ini menjadi semakin
tidak rasionalis karena sepengetahuan saya tidak ada satu agamapun yang
ada didunia yang mengakui kebenaran agama selain agama yang dianut.
Dari sudut pandang sejarah islam kaum muslimin harus meyakini bahwa
tidak ada agama yang diturunkan Allah selain Islam karena Alquran tidak
pernah menyebut agama dengan kata jamak “Ad-dian” tapi dengan kata
tunggal yaitu “Ad-din” yang artinya Alquran tidak mengakui adanya agama
selain islam. Selain itu Allah tidak mungkin membuat agama dengan nama
makhluk. Adapun firman Allah dalam surat Al Baqarah Ayat 3: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang
Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari Kemudian dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran
kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. Dan pada surah Al Maidah ayat 69: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar
saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati”. Tidak
bisa dijadikan dalil bahwasanya Allah menurunkan agama seperti disebut
dalam 2 ayat diatas tersebut, karena selain kedua ayat tersebut tidak
menyebutkan yahudi dan nasrani tersebut sebagai sebuah agama, Allah juga
tidak mungkin membuat agama dengan menggunakan nama makhluk.
Sebagaimana yahudi diambil dari nama yahuda salah seorang putra nabi
Ya’kub as. Dan nasrani diambil dari nama sebuah kota bernama nazareth.
Jadi yahudi dan nasrani tersebut bukanlah sebuah agama melainkan sebuah
syariat yang kemudian diagamakan oleh masyarakat yang beriman waktu itu
yang kemudian disebut dengan nama yahudi dan nasrani. Jadi kaum yahudi
dan nasrani yang beriman dan memegang teguh syariat diwaktu itulah yang
dimaksudkan pada 2 ayat diatas. Mereka dibenarkan oleh Allah waktu itu,
saya ulangi waktu itu karena imannya dan amal shalehnya bukan karena
yahudi dan nasraninya. Adapun setelah islam diturunkan mereka harus
berevolusi kepada islam secara keseluruhan karena islam sebagai
penyempurna syariat yang berlaku sebelumnya.Kesimpulannya toleransi beragama bukanlah pluralisme agama yang beranggapan semua agama itu benar atau semua agama itu sama. Agama kita benar menurut keyakinan kita dan biarlah pemeluk agama lain menganggap agama mereka benar menurut mereka, saya ulangi benar menurut mereka tidak menurut kita.
Wallahu a’lam
Semoga bermanfaat
Sumber http://warkopmbahlalar.com/6640/beda-toleransi-beragama-dengan-pluralisme-agama/